Senin, 27 April 2009

PADEPOKAN PADJADJARAN PENCAK SILAT


Sejarah tenaga dalam Click to flag this post

by amir-13 May 22, 2008; 12:03pm :: Rate this Message: (use ratings to moderate[?])

Reply | Reply to Author | View in Thread





Tenaga dalam di luar Indonesia
Tenaga dalam atau Krachtologi (berasal dari perkataan KRACHTOS yang berarti
tenaga Dan LOGOS yang berarti ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi sudah dikenal
oleh orang-orang Mesir Kuno. Dalam sebuah buku Papyrus "Yedimesish Ontologia
yang sudah disalin dalam bahasa Gri Kuno, menceritakan, bila otot bahu
digerakkan akan mengeluarkan tenaga aneh sehingga dapat merobohkan orang
yang sedang marah (diktat Ameta, Krachtologi 23).
Dari Mesir, Krachtologi berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi Dan Persia. Di
Persia tenaga semacam ini dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa
pada suku Bukht Dan Persia, terkenal ilmu perang dinamakan DAHTUZ ialah
merobohkan musuh dari jarak jauh. Kaum bangsawan Persia dilatih sejenis
senam waktu dinihari sehingga mereka mempunyai tenaga Daht itu. (Kracht 23).
Dikatakannya pula bahwa orang-orang Badwi mempunyai Daht pada matanya, bila
musuh akan menyerangnya, tiba-tiba musuh itu roboh. Mengapa orang-orang
Badwi banyak mempunyai kekuatan Mata seperti itu ? Hal ini disebabkan
orang-orang Badwi dengan tanpa disadari melatih matanya dengan melihat jauh,
memandang padang pasir yang luas membentang itu.
Orang-orang Cina, Tartar, Patan, Moghul, mengenal beberapa silat yang dapat
merobohkan orang dari jauh. Silat Moghul yang terkenal diantaranya
SHURULKHAN yang artinya tipuan licik untuk raja-raja, berbentuk silat dua
belas jurus dari Taymour Lateph Baber (1460-1520). Yang boleh belajar silat
itu hanya kepala-kepala suku dari orang Moghul Islam. Bukbisj Ismeth Bey
murid Lateph Baber dapat memukul dengan toya sejauh satu mil. Bukbisj
belajar Shurulkhan dari Baber selama 20 tahun. Dengan pisau jarinya IA dapat
mengeluarkan usus lawan dari jarak satu tombak. Kawannya melihat IA belajar
jurus sejak dini Hari sampai matahari naik, dengan diselingi shalat shubuh.
Taymour Dan Bukbisj terkenal orang-orang yang fanatik madzhab Hambali Dan
sangat anti kepada orang Sufi Dan tan (Kracht 24).
Di Cina terkenal beberapa macam silat yang mempergunakan Kracht, diantaranya
Gin Kang (ilmu meringankan tubuh) yang dapat dipergunakan melompat jauh,
loncat tinggi Dan berjalan diatas air. Kwie Kang Dan Wie Kang hampir
bersamaan, perbedaanya hanya pada jurus pertama. Kwie Kang dengan jurus
tinju Dan Wie Kang dengan jurus terbuka.
[sunting] Masuknya pengaruh Cina ke Indonesia
Wie Kang yang disebut jurus sepuluh, tersebar sampai Vietnam, Campa, Malaya,
Dan Indonesia. Tumbuhlah menjadi beberapa aliran, diantaranya silat Mandar
dari Sulawesi, silat Timpung dari Jawa Timur Dan silat Nampon dari Jawa
Barat, Dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke Indonesia Dan pembawanya ialah orang-orang Cina
Islam. Diantaranya orang Indonesia pertama yang belajar Shurulkhan ialah
Tuanku Rao. Orang-orang Cina Islam menamakan silat itu Tou Yu Kang. 1
[sunting] Penyebaran ilmu tenaga dalam di Indonesia
[sunting] Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai
perguruan silat. Para pendekar silat yang tercatat sebagai guru bagi para
pendiri perguruan silat tenaga dalam generasi berikutnya antara lain:
Abah Khoir, yang mendirikan silat Cimande, Cianjur
Bang Madi, dari Batavia
Bang Kari, dari Batavia
Bang Ma'ruf, dari Batavia
Haji Qosim, dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari,
dari kerajaan Pagar Ruyung
Haji Odo, seorang kiai dari pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa pada masa Bang Madi, Bang Kari ini belum dikenal
teknik pukulan tenaga dalam atau pukulan jarak jauh. Silat yang diajarkan
oleh Madi, Kari Dan Syahbandar lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari Dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada
masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’
Subadar karena tinggal Dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah
Cianjur. Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual Dan penjinak kuda binal yang
diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan
jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng
Tangerang yang juga menguasai jurus-jurus kung fu Dan ahli dalam teknik
jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari Dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran
berkumpul di Batavia. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri
dari berbagai aliran, mulai dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung
fu Ala Bang Kari, juga aliran Cimande yang dibawa oleh Khoir.
[sunting] Penyebaran ilmu tenaga dalam secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga dalam Dan penyebarannya secara terbuka di pulau
Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh penting, yaitu
H. Muhammad Toha, mendirikan Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
S. Andadinata, mendirikan Margaluyu di daerah Rancaekek, Bandung, 1922
Nampon, mendirikan Pencak Nampon Trirasa di Bandung, 1932.
H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi Suci di Bogor pada tahuan 1930-an
Bang Toha, Jakarta murid H Odo
Abah Zaki ( Haji Abdul Syukur ) pendiri Al-Hikmah, Jakarta
H. Harun Ahmad Pendiri Sin Lam Ba Jakarta.
Tenaga dalam kemudian merambah ke wilayah timur (Jawa Tengah Dan Jawa
Timur)setelah KH Muhaiminan dari Pesantren Bambu Runcing Parakan, Temanggung
berguru kepada Abah Zaki, juga murid H Abdul Rosyid bernama Sidik asal
Indramayu yang mengajarkan tenaga dalam Budi Suci di wilayah Jawa Tengah Dan
Jawa Timur.
Pengembangan Al-Hikmah melalui jalur pesantren, sedangkan Budi Suci lebih
bercorak Jawa - Islam. Pengembangan Budi Suci tidak terlepas dari jasa Qosim
Dan Zainal Abidin putra Sidik Dan beberapa murid Sidik, diantara Bang Ali
Semarang dan murid-muridnya di Sirahan, Cluwak, Pati.
[sunting] Pendirian Paguyuban Pencak Nampon Trirasa Bandung
Pada akhir abad ke-19 Pencak Silat Nampon telah dipelajari secara terbatas
tetapi baru dikenal luas pada tahun 1932 ketika Nampon melakukan aktivitas
nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya menyambut kelahiran
anak pertamanya, Nampon diluar kesadarannya berteriak-teriak seperti orang
gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak diringkus beramai-ramai. Namun
dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya jatuh terpelating.
Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah
pegawai di jawatan kereta api di jaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali
masuk bui karena sikapnya yang anti penjajah Belanda. Diantara murid Nampon
yang berjasa ikut mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM
Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti
kalangan Mahasiswa di Bandung, diantaranya murid itu adalah Bung Karno dan M
Natsir.
Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum
memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar
yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande,
dan pendekar-pendekar asal Batavia diantaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang
Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang
karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati,
JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan
bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa),
kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa
tokoh yang pertama kali menciptakannya?
[sunting] Pendirian Margaluyu
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Margaluyu
Aliran yang didirikan Abah Andadinata pada awalnya bernama Marga Rahayu
namun kemudian dirubah menjadi Margaluyu dan mulai dikenalkan pada pada
khalayak pada tahun 1932, tetapi pada tahun 1922 aliran itu sudah
diperkenalkan dalam lingkup yang terbatas.
Margaluyu justru berkembang pesat di wilayah Yogyakarta, dan banyak guru
yang belajar dari aliran ini kemudian mendirikan perguruan dengan nama baru.
Anandinata memiliki beberapa murid, diantaranya Dan Suwaryana, dosen ASRI
yang juga wartawan di Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana ini kemudian “pecah”
(berkembang) lebih dari 17 perguruan tenaga dalam besar yang kini bermarkas
di kota gudeg, Yogyakarta, diantaranya Prana Sakti yang dikembangkan
Aspanuddin Panjaitan.
Menurut berbagai pihak yang dapat dipercaya, perguruan-perguruan yang
terinspirasi oleh Prana Sakti diantaranya :
Prana Sakti Indonesia
Prana Sakti Jayakarta
Satria Nusantara
Pendawa Padma
Radiasi Tenaga Dalam
Kalimasada
Bunga Islam
Al-Barokah
Indonesia Perkasa
Sinar Putih
Al-Barokah
Al-Ikhlas
dll.
Konon, keilmuan yang ada pada Margaluyu itu sendiri memiliki silsilah dari
para Wali di tanah Jawa, yang apabila diruntut yaitu dari Syekh Datul Kahfi
– Prabu Kian Santang / P.Cakrabuana (Setelah masuk Islam dikenal sebagai
Sunan Rahmad Suci Godong Garut) kemudian ke : Sunan Gunung Jati dan dari
beliau turun ke Anandinata.
Hingga kini sejarah tenaga dalam masih misteri, siapa tokoh yang pertama
kali menciptakannya. Para pinesepuh juga tidak memiliki refrensi yang kuat
berkaitan dengan sejarah perguruan dan pencetusnya.
[sunting] Budi Suci
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Budi Suci
Perguruan Budi Suci didirikan oleh Haji Abdul Rosyid. Aliran ini banyak
menyebar ke Jawa dan Sumatra. Sidik, murid dari H Abdul Rosyid, pada tahun
1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalam Budi Suci diwarnai keilmuan Abah
Khoir dan Nampon. Begitu halnya dengan aliran yang banyak berkembang di Jawa
Tengah, seperti Ragajati di Banyumas, JSP (Jurus Seni Penyadar) di Tegal dan
beberapa aliran di Semarang.
Di pulau Jawa, Budi Suci berkembang di wilayah pantai utara ke arah timur
mulai dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Kuningan, Indramayu dan
Cirebon, Semarang, Rembang dan tahun 1983 di Sirahan, Cluwak, Pati Utara.
Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang mengambil sumber dari aliran
yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3 nama tokoh yang
disebut-sebut dalam “ritual” yaitu Madi, Kari dan Syahbandar.
Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon bersumber dari Khoir dan Nampon
juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam itu bersumber (hanya) dari
Nampon seorang. Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang patut dianggap sebagai
pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang disebut adalah Madi,
Kari dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama Nampon tidak
disebut-sebut. Ini menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari tokoh
sebelum Nampon, walau nampon yang kemudian merangkum dan menyempurnakannya.
Namun kesimpulan itu diragukan mengingat pada masa pendekar Madi, Kari,
Sahbandar ini tenaga dalam belum dikenal.
Terbukti, dalam suatu peristiwa saat Madi diserang kuda binal juga
mematahkan kaki kuda dengan tangkisan tangannya, dan Khoir guru dari Nampon
saat bertarung dengan pendekar Kung Fu, juga menggunakan selendang untuk
mengikat lawannya pada pohon pinang. Artinya, jika tenaga dalam itu sudah
ada, dan mereka-mereka itu adalah pakarnya, kenapa musti pakai selendang
segala? Kenapa tidak pakai “jurus kunci” agar pendekar Kung Fu itu tidak
bisa bergerak.
Justru pemanfaatan tenaga dalam itu baru tercatat pada era Nampon tahun
1930-an. Kasus “histeris” saat menyambut kelahiran anaknya di depan stasiun
Padalarang, dan pertarungan Nampon dengan Jawara Banten juga saat melayani
tantangan KM Thamim yang (setelah kalah) lalu berguru kepadanya.
[sunting] Silat Bandar Karima
Bandar Karima adalah kependekan dari Syahbandar, Kari dan Madi. Yosis
Siswoyo, Guru Besar aliran Bandar Karima Bandung saat dikonfirmasi,
mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara
terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.
Namun demikian Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu
Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di
Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada
tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata
memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandar Karima termasuk kalangan pendekar
generasi tua di Bandung juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat
dan tenaga dalam memang kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah
perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa
mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba
dan Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan
disinyalir lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak
sejarah.
[sunting] Tenaga dalam di Pantura Jawa
Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari
peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang.
Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama
Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika.
Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.
Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu
dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini
berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.
Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih
njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima
anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan
aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak
berkembang di Jawa Tengah.
Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus
tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah
murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid sang pendiri
aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama
Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi
berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih
sering menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung
diawal tahun 80-an.
Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo dan beberapa pengurus Satya di Sirahan,
Cluwak berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong
untuk meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari
berbagai kegiatan perguruan.
Kehadiran Sidik yang statusnya adalah Guru Besar Budi Suci ke Sirahan ibarat
meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya di
bawah Soeharto. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada
materi Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir sang pendiri
Cimande dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid yang di pergruan
Satya jurus itu tidak dikenal.
Perguruan Satya Sirahan yang dipimpin H Ali Ridlo dan putranya, Masruri yang
keilmuannya sudah diwarnai Budi Suci ala Sidik yang kemudian mengembangkan
perguruan tenaga dalam diantaranya, HM Sadari di Kelet, Keling, Jepara,
Ustad M Masrur di Cepogo, Bangsri, Jepara, Suhirlan di Ngaringan Purwodadi
dan Sudono, adik kandung H Ali Ridlo yang berdomisili di Rimbo Bujang, Bungo
Tebo, Jambi.
[sunting] Perkembangan Selanjutnya
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya
MLM (Multi Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan
memilih untuk mendirikan perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah
gejala alamiah yang tidak perlu dimasalahkan, karena setiap guru atau orang
yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada orang lain itu belum tentu sepaham
dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah diikutinya.
Pertimbangan merubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang
amat kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman
dulu yang mistis dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian
aqidah dan ilmiah, disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti,
misi orang mempelajari tenaga dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai
berubah dari yang semula berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak
fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan berat yang
sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih
mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain.
Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih
diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan beberapa pihak,
perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang
menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang
kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun
bela diri dari luar (asing).
Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari
yang selalu wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk
selalu memperhatikan “sikap 5” yaitu :
Jangan cepat puas.
Jangan suka pamer.
Jangan merasa paling jago.
Jangan suka mencari pujian dan
Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam
itu, baik pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi
antar tokoh, mulai dari silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Kosim
(Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi yang merangkum silat Betawi dengan
Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.
[sunting] Rangkapan Fisik
Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi
masyarakat Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua
yang banyak mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan
cabang-cabang dari perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga
dalam yang ilmiah dan universal.
Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan nafas
religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan
semangat bagi para pejuang di era kemerdekaan.
Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran
tenaga dalam yang kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan
kesaktian itu justru mendapat kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke Desa
Sirahan, Cluwak, Pati dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu
perguruan “pecahan” dari Budi Suci, menyayangkan kenapa sebagian besar dari
siswa perguruan tenaga dalam itu sudah meninggalkan teknik silat (fisik)
sebagai basic tenaga dalam.
Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian
dada/perut. Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat
harus menghadapi perkelahian diluar gelanggang latihan. Karena saat latihan
hanya dengan “diam” saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan
kesan bahwa menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu,
suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri
yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah).
Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah
dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan
dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya
menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan
jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap
tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah penyerang emosi,
baru menggunakan tenaga dalam.
Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin
saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga
dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup
dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi
bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah
saat berlatih dengan teman seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan
sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga
dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal
“jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru. Padahal
dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh
Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering
tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari
Bandar Karima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam
ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang
berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan,
refleks dan mental bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena
kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih disebabkan mental yang belum siap
sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam setelah perkelahian itu sudah
usai.
Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya
“tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat
jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu
dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika
tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan
tetaplah bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika
pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu
plus” yang menyebabkan energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi
Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu dengan sikap membiarkan lawan
“budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan “suci” (sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap bertahan (sabar, tenang) sangat ditentukan tingkat
kematangan mental. Dan pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam
banyak berhasil karena dipegang oleh pendekar yang sudah terlatih bela diri
secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi penyerang mentalnya tetap
terjaga.
Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur
yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak
dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu
disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan
mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.

Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti
suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat
menggiring seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot
spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena
ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa
orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang
mengada-ada.
Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari. Dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar